Senin, 04 Juni 2012

Kisah Panjul Aremania Sejati

Malang-Surya
Panjul Aremania, Sekali Pamit Untuk Selamanya

Edvin Januar Idmawan alias Panjul adalah satu dari sekian banyak Aremania fanatik. Remaja 17 tahun itu berangkat ke Solo, kota yang membawa kematiannya, berbekal uang Rp 150.000 yang didapat dari menjual sepatu dan baju Lebarannya.Heri Wahyudi, 38, dan Suprapti,40, masih berduka. Suami istri warga Jl Muharto ini baru saja ditinggal putra mereka, Edwin Januari Ikhmawan alias Panjul yang tewas dalam perjalanan membela tim Arema yang bertanding di Solo, Minggu (21/10).Kemarin, Heri mengenakan baju khas Aremania, kemeja biru bergambar singa mengaum. Baju itu seolah untuk menunjukkan ketegarannya menerima takdir. Sedang Suprapti lebih banyak menangis. Air matanya terus tumpah ketika menerima para pentakziah, Senin (22/10).Dalam percakapan dengan Surya, Heri mengakui kematian anaknya itu membuatnya kembali teringat pada mimpi beberapa hari sebelumnya. Ia pun menganggap mimpi itu sebagai firasat. Dalam mimpi itu, ia didatangi sang ayah yang telah meninggal. Sang ayah datang bersama Panjul. “Saya lalu menceritakan mimpi tersebut kepada istri. Tapi saya tidak bilang, kalau yang bersama ayah saya itu Panjul,” ujarnya, Senin (22/10).Dua hari sebelum peristiwa terjadi, Heri kembali bermimpi yang diyakininya menjadi pertanda kematian putranya. Heri bermimpi dikirimi dua jenazah yang tidak jelas siapa identitasnya. Sang istri yang kala itu diberitahu mimpinya, hanya menganggap sebagai bunga tidur saja. “Istri saya saat itu takut berpikiran yang aneh-aneh. Sebab mimpi itu saya ceritakan saat hendak berangkat narik bus,” ungkapnya.Sementara itu Suprapti sempat merasakan keanehan saat anaknya tersebut hendak berangkat ke Solo. Biasanya, Panjul tidak pernah pamit apabila mau bepergian ke mana pun, termasuk saat membela tim kesayangannya @rema. “Siang itu, kok tumben-tumbennya anak saya pamitan akan berangkat ke Solo,” ucapnya. Waktu itu, tentu saja, Suprapti tidak menyangka itu pamitan pertama sekaligus yang terakhir.Perempuan berwajah bulat itu menuturkan, Panjul nyaris tidak pernah melewatkan laga Arema, di mana pun.

Selama laga berlangsung di Pulau Jawa dan Bali, aktivis Gerakan Sadar Anti Narkoba (Gesank) itu selalu hadir. “Akibat tidak mau merepotkan orang tua, dia biasa menjual burung, pakaian, sepatu atau apa saja yang dia punya untuk bisa menyaksikan pertandingan Arema,” ujar Suprapti.Demikian juga ketika berangkat ke Solo, putranya yang dikenal pendiam itu, ketika pagi sudah menjual sepatu dan pakaian lebarannya, agar bisa menyaksikan pertandingan Arema. Heri mengakui, kegemaran Panjul itu tidak lepas dari pengaruhnya. Heri lah yang menularkan kecintaan pada Arema itu kepada sang anak. Hanya karena saat Arema bertanding ke Solo, dia sedang bertugas menjadi sopir di bus Bagong Kepanjen, dia tidak ikut serta untuk menyaksikan laga away itu. “Saya berharap Edwin, merupakan korban terakhir,, selama ini sudah terlalu banyak korban berjatuhan akibat lalai ketika mendukung tim kesayangan,” ujar Heri. Sebagai orang tua korban, Heri berterimakasih atas dukungan berbagai pihak yang ikut peduli akan musibah yang dia alami.

Mulai dari Manajemen Arema, Wali Kota, DPRD, para pejabat dan Aremania maupun masyarakat umum yang tidak bisa dia sebutkan satu persatu.Seperti terlihat pada Senin (22/10) kemarin, pukul 11.00 WIB, Aries Pudjangkoro dan Mohan Katelu anggota Komisi C DPRD Kota Malang datang. Dua politisi yang akan berpasangan dalam pilwali Kota Malang itu menyumbangkan dana Rp 2,5 juta sebagai pengganti biaya mobil ambulans untuk mengangkut Panjul dari Sragen. “Ini sekadar solidaritas sebagai warga Malang, karena Panjul merupakan pejuang Arema sejati. Semoga beban keluarga dapat terkurangi,” ujar Aries.Sekitar satu jam setelahnya, rombongan Wali Kota Malang Peni Suparto dan wakilnya Bambang Priyo Utomo datang ke rumah itu. Dalam kesempatan itu Peni juga memberikan santunan. “Semoga almarhum diterima disisi-Nya secara layak. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kekuatan dan ketabahan,” ucapnya.Peni juga mengimbau kepada seluruh Aremania untuk berhati-hati apabila tengah mengadakan kegiatan. Sebab kejadian seperti ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya juga sempat terjadi beberapa kali peristiwa yang menelan korban Aremania.Pamit pertama dan terakhir kaliBeda dengan sehari sebelumnya yang masih shock ketika mengetahui anaknya meninggal dunia, akibat jatuh dari Kereta Api, ketika akan menyaksikan pertandingan Arema melawan Persis Solo, Minggu (21/10). Ibunda dari Edwin Januari Ikmawan, Ny Suprapti, tampak lebih tegar, ketika menerima kedatangan para pentakziah di rumahnya, Jl Muharto Gg 7 Kecamatan Kedung Kandang.Sebelum meninggal dunia, Edwin telah memperlihatkan tanda-tanda diluar kebiasaan selama ini. Jika selama ini, setiap kali mengikuti tur Arema di berbagai daerah yang ada di Jawa dan Bali, dia tidak pernah pamit.

Ketika berangkat ke Solo itu, putra nomor dua dari lima bersaudara pasangan Heri Wahyudi dan Suprapti itu untuk pertama kali dan terakhir, pamit mau menyaksikan pertandingan Arema kepada kedua orang tua.“Saya tidak menyangka sekali, kalau pamit Edwin sebelum berangkat ke Solo merupakan yang terakhir untuk kedua orang tuanya,” jelas Suprapti kepada Surya, Senin (22/10). (st5)/Denny RB/Cahyo N/Anas B
Suka
Be the first to like this post.

diambil dari;arek terminal pandaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar